Apa yang Menarik dari Stoisisme?
Saat
kita mencari kata kunci Filsafat Kebahagian di halaman pencarian internet untuk
bacaan ringan sehari-hari kita akan menemukan sederetan tokoh filsuf yang membahasnya
dan Anda bisa klik yang mana saja. Namun dari sederetan filsuf tersebut salah
satu yang menarik perhatian saya yaitu Stoisisme. Sebagaimana yang ditulis oleh
Long A.A dalam Stoic Studies
Stoisisme merupakan sebuah aliran atau mazhab yang didirikan oleh Zeno pada
awal abad 3 SM di Athena (Yunani). Proses terbentuknya aliran ini sebagaimana
yang diceritakan dalam buku Filosofi Teras terbilang cukup unik. Zeno pada saat
itu sedang melakukan perjalanan pelayaran hendak dari Phoenicia ke Peiraeus melawati
laut Mediterania namun malangnya kapal yang ditumpangi oleh Zeno mengalami
karam sehingga Ia terdampar di Athena sehingga Ia harus kelihalangan segalanya
dan menjadi orang asing di daerah tersebut. Ketertarikannya pada dunia filsafat
bermula saat Ia jatuh hati pada sebuah buku Filsafat yang Ia beli di toko buku.
Nama Stoisime sendiri diambil dari bahasa Yunani “Stoa” yang berarti “teras”
karena Zeno senang mengajar di teras sehingga Stoisisme juga sering disebut
dengan Filsafat Teras. Focus dari paham Stoikisme ini adalah pada bidang etika
dan sangat popular kurang lebih hingga lima abad. Selain itu, aliran Stoic ini
dianggap sebagai alran filsafat yang paling berhasil dan berpengaruh pada
sejarah aliran filsafat Yunani Kuno karena keterkaitanya dengan sikap manusia
juga sistem pemerintahan kala itu. Namun pertanyaanya apa yang menarik dari
aliran ini? Saya sepakat dengan apa yang ditulis oleh Henry Manampiring penulis
buku Filosofi Teras bahwa
prinsip-prinsip yang terdapat dalam paham ini sangat relate dengan ajaran berbagai agama, orang tua, dan nasehat-nasehat
dari kakek nenek. Oleh karena itu prinsip-prinsip ini dapat menjadi tuntunan
untuk hidup lebih baik dengan keadaan emosional yang lebih matang sehingga
semakin dekat dengan kebahagiaan.
Prinsip Kebahagian Menurut Stoisisme
Satu
hal yang membedakan Stoa dengan aliran Filsafat lain yaitu karena Ia menekankan
pada praktik dan tidak berlarut-larut dalam diskusi intelektual dengan
konsep-konsep yang sulit dipahami oleh banyak orang serta relevan dengan semua
orang. Bicara mengenai prinsip tidak jauh-jauh dari persoalan tujuan. Ada
beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh Stoisisme sebagaimana yang terdapat
dalam buku Filosofi Teras:
Pertama,
menerapkan hidup yang tentram dengan membebaskan diri dari emosi negative
seperti sedih, marah, baper, curiga, cemburu dan lainnya. Ketentraman ini hanya
bias diperoleh apabila kita menfokuskan diri pada hal-hal yang bisa kita kendalikan.
Saya merasa ini memang betul-betul sangat berpengaruh jika kita bercita-cita untuk
hidup lebih bahagia di mana ketika kita hanya menfokuskan apa yang menjadi
kendali diri sendiri, maka sebagaian besar dari penyebab kecemasan akan
menghilang. Karena akan sadar atau tidak akan ada selalu hal-hal yang datang
dari luar yang mengakibatkan kita gundah, sedih, marah, jika kita mau
memerdulikannya cobalah untuk fokus pada apa yang bias kita kendalikan terserah
orang lain mau melakukan apa karena kita tidak bias mengontrol ucap sikap orang
lain.
Kedua,
jadikan motivasi hidup untuk mengasah kebaikan. Ada empat kebaikan yang harus
diasah menurut Stoisisme yaitu kebijaksanaan, keadilan, keberanian, dan menahan
diri. Kebijaksanaan dibutuhkan sebagai kemampuan untuk mengambil keputusan
terbaik dalam situasi apa pun. Keadilan dibutuhkan untuk memperlakukan orang
lain dengan adil dan jujur. Keberanian untuk berbuat yang benar, serta menahan
diri dalam arti disiplin, kesederhanaan, kepantasan, dan memiliki kontrol diri
atas hawa nafsu dan emosi. Prinsip yang kedua ini juga cukup menarik, karena
setelah Anda menghapus segala afirmasi negative dari luar (baca: poin pertama).
Step selanjutnya untuk bahagia adalah saatnya berbenah diri menjadi pribadi
yang baik dan terus baik. Dengan kedua prinsip tadi setidaknya sebuah
kesimpulan dari menjemput kebahagiaan dalam diri sendiri, dikarenakan sekarang ini tidak sedikit orang yang terlalu
terpaku pada orang lain. Contoh sederhana, Anda tidak mau berbagi ke orang yang
pelit, tidak mau menghargai pada orang yang tidak menghargai Anda, tidak mau
ramah pada orang yang cuek, yang pada intinya selalu mengandalkan sikap Anda
pada kesan yang orang lain berikan. Tidakkah Anda memaknai bahwa sikap tersebut
membuat Anda hidup dalam kontrol orang lain dan kesimpulannya Anda belum
merdeka secara pikiran. Padahal coba renungkan pepatah yang mengatakan “sikap
yang Anda berikan kepada orang lain sangat menentukan sikap orang lain kepada
Anda”, karena dengan begitu Anda tidak rugi sedikitpun.
0 Comments
Posting Komentar