IslamDaily.id - Mungkin kita sering bertanya-tanya mengapa adanya perbedaan pendapat dalam masalah hukum padahal rujukan sama yaitu Al-Qur’an dan Hadis. Pada masa rasulullah masih hidup, perbedaan pendapat sangan jarang sekali ditemukan, alasannya karena Rasulullah merupakan tokoh sentral yang menjadi rujukan setiap para sahabat mengalami permasalah atau ada hal-hal yang tidak mereka pahami penjelasannya dalam hal agama. Salah satu contohnya adalah pada suatu ketika  para sahabat berbeda pendapat dalam memahami perkataan rasullah:

“Janganlah seseorang melakukan shalat ashar kecuali di Bani Quraidhah” (HR Bukhari Muslim)

Sebagai dari para sahabat memahami perkataan Rasulullah ini secara harfiah yaitu melaksanakan shalat ashar ketika sampai di Bani Quraidhah. Namun sebagaian lainnya memahami perkataan tersebut untuk mempercepat perjalanan menuju Bani Quraidhah dan bukan merupakan keringanan untuk melaksanakan shalat di luar waktu. Perbedaan pemahaman ini disampaikan kepada Rasulullah, namun beliau tidak mencaci salah satu dari kedua pendapat ini artinya Rasul membenarkan kedua pendapat tersebut.

Setelah Rasullah wafat bibit-bibit perbedaan pendapat ini pastinya semakin berkembang, berawal dari perbedaan pendapat mengenai siapakah yang berhak menggantikan Rasulullah sebagai khalifah dan mencapai puncaknya pada periode imam mazhab. Selengkap mengenai masalah ini bisa dibaca dalam kitab Adabul Ikhtilaf Fil Islam.

Adapun perbedaan pendapat tersebut tidak boleh muncul karena mengikuti hawa nafsu atau untuk kepentingan duniawi belaka. Menurut syaikh Musthafa Said al-Khin dalam bukunya Atsarul Ikhtilaf fil Qawaid al-Ushuliyyah fi Ikhtilafil Fuqaha dijelaskan beberapa penyebab adanya perbedaan pendapat antar ulama dalam hukum: Pertama, karena adanya perbedaan qira’at (bacaan) Al-Qur’an sehingga terkadang berbeda dalam memahami makna suatu ayat. Kedua, tidak mengetahui adanya hadis Rasulullah. Hal ini dikarenakan para sahabat berbeda intensitasnya dalam berinteraksi dengan Rasulullah yang kemudian berakibat pada perbedaan pengetahuan para ulama dalam hadis-hadis. Ketiga, ragu-ragu akan kesahihan sebuah hadits. Tentu saja para ulama tidak lamengamalkan hadis yang mereka dapatkan tanpa meneliti terlebih dahulu kesahihan hadis tersebut. Oleh karena itu perbedaan dalam menghukumi kesahihan tersebut menyebabkan perbedaan pendapat dalam hukum.