Penulis: Redaksi

IslamDaily.id - Marah adalah salah satu ekspresi emosi manusia untuk melampiaskan ketidakpuasan, kekecewaan atau kesalahannya ketika terjadi gejolak emosional yang tidak terkendalikan , tidak mengenakkan dan menimbulkan konflik serta suatu peristiwa interpersonal yang biasanya menimbulkan penilaian negatif dari diri atau masyarakat, juga merupakan suatu respon, dorongan sekaligus tujuan dari seseorang serta dioperasionalisasikan sebagai perasaan-perasaan dan ekspresi perilaku yang terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Rasulullah selalu menasehati umatnya untuk tidak memelihara amarah karena hal tersebut merupakan perbuatan tercela. Kegiatan marah tentu melibatkan interaksi atara dua orang, jika hadis tentang larangan marah sudah sering dibahas tentu diskusi tentang bagaimana menanggapi orang marah juga perlu dibahas. Apalagi bagaimana jika suami istri yang berselisih paham kemudian istri yang sewaktu-waktu marah lantas apa yang harus dilakukan oleh suami tentu juga sudah diperlihatkan oleh Rasulullah dalam menghadapi situasi seperti itu yang akan penulis bahas dalam tulisan ini.

Wanita adalah makhluk perasa yang memiliki tingkat emosional lebih dibandingkan pria, wanita mengalami kondisi mood yang berubah, fluktuatif atau tidak beraturan terutama saat kondisi seperti perubahan hormon contohnya saat PMS dan Hamil Dibandingkan pria, wanita lebih ekspresif dalam mengutarakan perasaannya sehingga ketika emosi hadir  wanita cenderung kurang bisa mengontrol gejolak emosi yang dirasakan. Sifat-sifat seperti ini memang sudah menjadi fitrah dan kodrat wanita. Oleh sebab itu Namun penulis akan menyuguhkan hadis-hadis yang menunjukkan bagaimana nasehat rasulullah untuk para suami dalam menghadapi istrinya. Dan bagaimana rasulullah bersikap saat istri beliau marah. Salah satu hadis yang terdapat Kitab “Shahih Bukhari” yang menceritakan bagaimana perilaku Rasulullah saat Aisyah marah

- أنَّ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ كانَ عِنْدَ بَعْضِ نِسَائِهِ، فأرْسَلَتْ إحْدَى أُمَّهَاتِ المُؤْمِنِينَ مع خَادِمٍ بقَصْعَةٍ فِيهَا طَعَامٌ، فَضَرَبَتْ بيَدِهَا، فَكَسَرَتِ القَصْعَةَ، فَضَمَّهَا وجَعَلَ فِيهَا الطَّعَامَ، وقالَ: كُلُوا وحَبَسَ الرَّسُولَ والقَصْعَةَ حتَّى فَرَغُوا، فَدَفَعَ القَصْعَةَ الصَّحِيحَةَ، وحَبَسَ المَكْسُورَةَ..الراوي: أنس بن مالك | المحدث: البخاري | المصدر:  صحيح البخاريالصفحة أو الرقم:  2481خلاصة حكم المحدث: [صحيح]

Artinya : Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu pernah berada di sebagian istrinya (yaitu ‘Aisyah). Salah satu istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (Ummahatul Mukminin yaitu Zainab binti Jahsy) mengutus pembantunya untuk mengantarkan piring berisi makanan. Lantas ketika itu ‘Aisyah memukul piring tersebut. Piring tersebut akhirnya pecah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengumpulkan bagian yang pecah tersebut. Kemudian beliau meletakkan makanan di atasnya, lalu beliau perintahkan, ‚Ayo makanlah kalian.‛ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam menahan piring tersebut hingga selesai. Piring yang bagus diserahkan beliau, lantas piring yang pecah ditahan.‛ (HR. Bukhari no. 2481).

Mengutip dalam “Cara Menyikapi Masalah dalam Keluarga” Ibnu Hajar menjelaskan mengenai terkait hadis tersebut bahwa saat Rasulullah marah karena cemburu sehingga memukul piring Rasulullah menunjukkan sikap yang baik dengan tidak memarahi balik Aisyah. Rasulullah hanya berkata pada saat itu kepada para sahabatnya “ibu kalian sedang cemburu”.

Jika kita melihat bagaimana perilaku Rasulullah saat Aisyah marah dan kita hubungkan dengan hadis lain tentang perumpamaan perempuan seperti tulang rusuk yang bengkok serta anjuran untuk menasehati perempuan dengan baik tanpa mengerasinya dapat kita  lihat kaitannya dengan bagaimana kondisi psikologi emosi seorang perempuan yang cenderung lebih rentan terhadap gejolak emosi sehingga Rasulullah mencontohkan bagaimana sikap yang baik  yang dilakukakn oleh suami apabila mendapati istrinya yang sedang marah, sembari menasehatinya dengan bijak agar tidak menimbulkan pertengkaran yang baru.

Kesimpulan yang dapat diambil dari pemaparan di atas adalah, dalam sebuah pernikahan tugas suami istri  adalah menjaga rumah tangga agar tetap harmonis sakinah mawaddah wa rahmah sebagaimana yang dianjurkan oleh Rasulullah. Salah satu  hal yang perlu diperhatikan untuk menghindari pertikaian adalah saling memahami antara satu sama lain, salah satunya suami haruslah  memahami sifat istri yang pada saat-saat tertentu terutama saat perubahan hormonal istri mempunyai emosi yang terkadang bergejolak salah satunya amarah. Rasulullah mencontohkan bagaimana saat beliau menghadapi istrinya ketika marah dengan tanpa mengerasi istrinya kembali . Namun perlu digarisbawahi pula bukan berarti para istri diperbolehkan serta merta untuk marah-marah, karena di samping itu perlu diperhatikan juga untuk istri anjuran-anjuran untuk sabar  dan tetap menahan amarahnya juga banyak terdapat dalam hadis-hadis lainnya. Wallahu a’lam.